505

Bintang menginjakkan kakinya sendirian di festival malam ini saat tara tidak menjawab panggilan telfonnya dan Arga berjanji akan menyusulnya. Belum ada rasa kecewa yang muncul, Bintang justru seperti tidak peduli bahkan ia mencoba beberapa jajanan malam yang ia lewati. Malam yang sedikit ramai, Bintang mengunyah makannnya sambil meunggu gilran band kesukaannya itu. Tanpa tau bahwa Dias lah yang menyarankan semua lagu yang akan ia bawakan malam ini. Dias berkata pada Bintang bahwa ia tidak akan hadir malam ini karena Bintang yang menabraknya saat di kampus. Dias berbohong, ia bisa melihat Bintang dengan jelas di atas panggung.

Cahaya yang menerangi ptenonon namun matanya terkunci pada sosok Bintang yang berada jauh dari panggung. Bintang menunggu kehadiran Tara dan lagu pertama sudah Dias mainkan.

Jari-jarinya bergerak, Dias menatap seluruh penonton dengan duras sedtik namun matanya sangat sulit berpindah saat ia melihat Bintang di sana. Ikut bernyanyi mengiktui alunan lagu, wajahnya berseri tersenyum, untungnya Bintang menyukai penampilan band nya.

“And I will gladly break it, I will gladly break my heart for you”

Dias menatap Bintang tanpa henti saat Bagas bersenandung. Matanya tak lepas, teriakan namanya ia tidak perdulikan. Malam ini ia memandangi bintang yang paling terang. Tak sedetik pun matanya berpindah sampai dengan ke penghujung lagu.

Dias menyapa seluruh penonton saat mereka ingin memulai memainkan lagu ke dua. Bintang menyapa Tara yang sepertinya berada tak jauh darinya. Ia berusaha melewati beberapa penonton yang berdesakan dan dias tidak melepas pandangannya.

“Tara!” teriaknya. Namun Tara tidak mendengar. Bintang sedikit lagi dekat dengan Tara namun alunan gitar Dias mulai terdengar, lagu kembali diputar.

“And if I was a fool for you, I'd wait 500 million hours”

Dias memainkan gitarnya dengan sesekali memetiknya dengan kuat. Adimas yang menyadarinya sedikit terkejut namun pertunjukan tetap berjalan. Bintang tidak memperhatikan lagunya lagi melainkan ia berusaha untuk menghampiri Tara yang sepertinya matanya tak berpindah ke arah panggung.

“Tara!!!”

Suara alunan musik sangat keras, Bintang kini berada di samping Tara. Dengan senyum manis ia menyapa Tara yang menoleh menatapnya.

“I fell in love with Alexandra, even though I barely met her. Even though we'd break our hearts, before we'd even start”

Senyum yang harusnya Dias dapatkan, Tara menerimanya. Lagu demi lagu Dias bawakan, berusaha agar pandangannya tidak selalu mengarah ke Bintang dan Tara yang sedang berdiri bersebelahan menikmati pertunjukannya. Dias hanya penghibur bagi mereka yang sedang jatuh cinta, gagal cinta yang ia rasakan tidak boleh menjadi perusak pertunjukannya.

Detik-detik lagu terkahir dimainkan, Dias tidak lagi menatap Bintang dan Tara. Sebaliknya, Bintang memandangi Tara yang sama sekali tidak berbicara padanya dari awal lagu ketiga. Terasa aneh bahwa ia memberikan ciuman pertamanya kepada Tara namun Tara tidak berbicara sepatah kata apapu kepadanya.

“kamu baik?!” Bintang berteriak agar Tara mendengarnya namun Tara mengangguk dan langsung menarik Bintang keluar dari kerumunan. Berjalan sejauh mungkin dari sumber musik agar mereka bisa berbicara tanpa berteriak.

“kenapa? Kamu mau pulang ra?” tanya Bintang.

“Lo sama siapa ke sini?”

“Sendiri. Aku kira kamu bakal jemput aku, tapi gapapa. Aku dapet lagu pertama kok!” Bintang sangat riang sedanhkan Tara seperti gelisah akan sesuatu.

“Nonton aja ya? Gue mau jalan ke tempat lain,” ucapnya sambil melihat sekitar. Bintang tidak tau apa maksudnya namun Tara seperti membuatnya kesal.

“Loh? Bukannya-“

“Gue jalan sama pacar gue soalnya,” ucap Tara yang membuat Bintang diam seribu bahasa.

Apa arti ciuman dan tiket yang Tara mati-matian dapatkan? Tidak. Kekasih Tara lah yang memberikannya secara Cuma-Cuma karena ia merupakan panitia festival. Ingin mengelak namun Bintang tidak mempunyai alasan yang jelas. Bau alkohol yang ia cium saat Tara menciumnya tidak bisa menjadi bukti, ia tidak ingin semuanya menajdi masalah.

“Oh—iya..iya gue mau nonton kok.” Bintang berbalik. Menatap seluruh penonton yang riuh bernyanyi bersamaan dengan cahaya lampu sorot yang menyinari pada anggota band.

“But I crumble completely when you cry”

Bintang hancur. Saat Arga menemukannya berdiri di belakang penonton yang melompat menikmati lagu, Bintang justru menghindar. Ia menghilang di antara orang-orang yang berjalan. Bintang berusaha untuk tidak menangis. Alunan musik yang tadinya terdengar mulai memudar. Ia meninggalkan konser dengan perasaan yang hancur. Dadanya sangat sesak. Bintang tidak memperdulikan apa apa lagi. Tara membuangnya begitu saja. Percintaannya sangat buruk, Bintang rasa ini tidak adil.

Bintang berhenti berjalan saat ia melihat seseorang berdiri di depannya. Dias dengan kaos hitam dan jaket kulit, wanginya sangat semerbak. Semua cincin dan gelang di tangannya, Dias berlari secepat mungkin setelah pertunjukannya untuk mengejar Bintang yang meninggalkan area musik.

Bintang sadar akan sesuatu saat Dias memegang sebuah topeng di tangan kanannya.

“Kak?”

“Mau pulang?” Nafas Dias masih sedikit tersenggal. Bintang berusaha percaya bahwa Dias adalah anggota dari band kesukaannya. Semua keringat itu menjadi bukti, pakaian dan akseseorisnya. Dias menarik Bintang menuju parkiran dan langsung menyalakan motornya. Langkah Bintang terhenti saat Dias mulai menaiki motornya.

“Ayo? Pulang,” ucap Dias.

“Kak Dias ngapain?”

“Mau nganterin lo pulang, Bintang—“

“Kak Dias anggota—“

“ayo pulang.” Dias memberinya sebuah helm dengan perlindungan penuh, Bintang memakainya. Ia benar-benar ingin pulang. Tanpa basa basi ia langsung naik ke atas kendaraan dan Dias segera melaju dengan kecepatan sedang.

Malam sedikit sunyi dan Bintang akhirnya bisa menangis tanpa ada orang yang menegurnya. Sepanjang perjalanan, tangannya meremas erat jaket kulit Dias dan ia terisak sangat kuat. Bohong jika Dias tidak sadar akan hal itu, Dias memberhentikan perjalanannya dan kemudian turun dari kendaraannya. Melepas helmnya tanpa berbalik menatap Bintang yang masih duduk di atas jok motor.

“nangis aja, gue gak liat.”

“Aku kayak mainan kak..” Bintang masih menangis tanpa melepaskan helm yang ia gunakan itu. Suaranya sedikit tidak terdengar namun dias masih bisa mendengarnya.

“Aku kira dia suka sama aku…”

“you can’t trust people, Bintang. Kisses can lie too.”

Dias tidak tega untuk berbalik. Suara isakan Bintang makin terdengar. Ingin rasanya memeluk Bintang namun ia sendiri bingung dengan apa yang tubuhnya rasakan.

“Jadi siapa yang harus aku percayai kak? No one will love me..”

Dias yang mencintai Bintang. Bintang akan terus menjadi Bintang kesayangan Dias. Mendengar isakan Bintang setelah berhadapan dengan cerianya membuat Dias sangat sakit. Ia berbalik lalu menghampiri Bintang.

“Kisses can lie but I can’t. I like you so much, Bintang. You’re my favorite star.”

Tanpa melepas benda di kepala Bintang, Dias mengecup bagian keningnya dengan lembut, membuat Bintang sedikit diam. Kecupan agak lama, mata dias terpejam merasakan kasih sayangnya tersalur kepada Bintang. Saat ia menjauhkan wajahnya, Bintang masih terdiam.

“Jangan lepasin helmnya. Ayo pulang.”

Dias langsung memakai helmnya dan mengantarkan Bintang pulang ke rumahnya. Wajah Bintang masih memanas, ia menangis kemudian mendengar kata-kata Dias yang mengatakan bahwa ia menyukainya, Bintang merasakan sesuatu lain berbeda saat Tara menciumnya. Kasih sayang ini, Bintang dapat merasakannya.