I won't lose you, again...
Tidak ada obrolan lagi malam itu. Sagara sibuk dengan kegiatannya bersama teman-teman di luar ruangan sedangkan Bastian sibuk mengalahkan Tama dalam permainan Playstation di ruang tamu. Seperti malam tahun baru, pesta kecil-kecil an di rumah Sian sangat meriah dengan gelak tawa pemuda-pemuda dan teriakan Sian jika Tama berhasil mengalahkan Bastian.
Mereka berdua seperti melupakan hal yang telah terjadi tadi sore, bahkan tidak ada narasi yang pas untuk menggambarkan kedekatan mereka saat ini. Mereka benar-benar sudah jauh, tidak ada lagi Sagara dan Bastian yang saling mengganggu satu sama lain. Sagara berada di dunianya, begitupun Bastian.
Namun, Sagara sesekali mencuri pandang ke arah Bastian saat mengambil sesuatu di dalam ruangan, Bastian yang sedang tertawa melihat Tama dan Sian saling mengumpat satu sama lain. Tidak ada tegur atau sapa, hanya memandang. Senyum Bastian masih sangat manis bagi Sagara walaupun Sagara tau bahwa Bastian mengalami hari yang sangat buruk terlihat dari matanya.
Malam terus berjalan dan kedua insan itu terus berusaha menjaga jarak. Berusaha untuk tidak melakukan kontak mata, mereka menanamkan kepada diri sendiri bahwa orang yang mereka hindari tidak ada. Hal yang sangat sulit untuk dilakukan namun itu lah yang menjadi putusan akhir yang mereka sepakati. Bastian teringat bahwa mau tidak mau ia harus meminta maaf untuk terakhir kalinya kepada Sagara namun nampaknya Sagara sengaja menjauh.
Setiap Bastian masuk ke ruangan yang dimana ada Sagara, Sagara terus menghindar, berusaha keluar dari ruangan tanpa mengatakan apapun dan Bastian paham akan hal itu. Jika ia menjadi Sagara, ia juga akan melakukan hal yang sama, menghindari orang yang menyakitinya.
Malam sudah mencapai batasnya, udara mulai menjadi sejuk, jam menunjukkan pukul 2 pagi. Beberapa dari mereka sudah tertidur pulas akibat alkohol yang mereka konsumsi. Bastian berjanji akan pulang malam ini setelah ia menghabiskan satu botol minuman yang berada di sampingnya. Ia duduk menyender di bawah kursi, memandangi langit malam tanpa bintang itu, sangat sunyi. Ia merasa sangat tenang, tidak ada suara selain suara hewan-hewan kecil yang masih terbangun. Bastian bersama pikirannya.
Bastian harusnya menenangkan pikirannya terlebih dahulu sebelum berbicara dengan Sagara sore tadi. Ia mengambil keputusan sangat cepat namun ia berfikir bahwa lebih baik berakhir cepat daripada ia terus menerus bertindak semena-mena kepada Sagara. Tidak ada pekerajaan untuk bulan ini, percintaannya gagal, mungkin takdir pikir Bastian dan ia berusaha melapangkan dadanya.
Setengah botol lagi dan Bastian akan pulang. Ia memejamkan matanya, menyenderkan kepalanya di kursi berusaha untuk tetap sadar. Entah kapan terakhir kalinya Bastian berada di bawah pengaruh alkohol, ia sudah lupa.
Dan kini, Sagara menghampiri Bastian yang sedang memejamkan matanya. Pipinya memerah, mungkin Bastian sudah terlelap. Melihat posisinya kurang nyaman, Sagara dengan sangat pelan duduk di samping Bastian dan mengarahkan kepala Bastian untuk beristirahat di pundaknya. Memang benar bahwa mereka berjanji untuk tidak peduli terhadap satu sama lain tapi Bastian sudah tidak sadar, besok ia akan melupakan hal ini.
“Bukan mauku buat diemin kakak, tapi aku berusaha buat jadi orang kuat di depan kakak,” gumam Sagara sembari memandangi wajah Bastian yang seperti terlelap.
Ia kemudian menatap langit yang sama, tidak ada bintang dan malampun semakin sangat tenang. Ini adalah terakhir kalinya Bastian tertidur di pundaknya dan Sagara memiliki semua kesempatan untuk berbicara pada sang langit.
“Aku pacarin orang yang paling kuat yang pernah aku temuin. Bahkan aku pun kalah, aku ga berani nonjok Nathan tapi kakak berani. Aneh tapi aku iri sama pacarku sendiri,” ucap Sagara kembali sembari tersenyum. Mengingat bahwa Bastian memang lebih kuat darinya dan di sisi lain, Bastian sangat patuh padanya.
“Aku nangis pas abis nganterin kakak ke bandara sewaktu di paris. Kalau aku nangis di depan kakak, kakak bakal nonjokin aku kan? Malu maluin katanya.” Sagara berusaha menahan air matanya. Entah perasaan apa yang membuatnya sedikit sedih, rasanya sangat salah. Mencoba menjadi kuat juga rasanya salah dan ia merasa bahwa tidak ada kesempatan lagi.
“it is true that your beauty amaze me but your kind heart, I don’t know. Aku yakin aku gabisa dapetin hati seperti kakak. I’m so sorry,” ucap Sagara mulai terisak. Ia berusaha keras untuk tidak membangunkan Bastian yang masih menyender di bahunya.
“I’m so sorry, I like you a lot, kak Tian. I love you so much..”
“Saga, thank you so much.”
Bastian terbangun, ia masih menyenderkan kepalanya pada bahu Sagara. Sagara makin terisak, ia berusaha keras namun nampaknya Bastian terbangun karena tangisannya.
Bastian mengangkat kepalanya dan berbalik memandangi Sagara yang sedari tadi mengusap wajahnya. Tangannya perlahan menghapus jejak air mata itu, senyumnya sangat hangat.
“Jangan nangis, jelek.” Bastian sangat halus namun Sagara tak berani mengangkat wajahnya untuk menatap Bastian.
“I’ll pretend that I didn’t hear that. I’m sorry too, baby. Aku terlalu memaksakan,” ucap Bastian berusaha menenangkan Sagara. Ibu jarinya tak berhenti mengusap pipi pemuda di depannya itu.
“Aku—“
“Kak Tian, you did well today, yesterday, and tomorrow. Kamu bisa atasin semua masalah ini, that’s why I like you. Kak Tian itu panglima, gaada putus asa dalam hidup kak Tian.”
“Saga, its nothing—“
“Its something. And please, aku gatau kak Tian sober atau engga tapi I’ll be a crazy guy for you. Can we fix this? I can’t lose you, kak Tian.”
Bastian sedang tidak mabuk sekarang. Alkohol dalam satu botol tidak melemahkannya. Semua ucapan Sagara ia bisa serap dengan baik. Sama, Bastian tidak bisa melepaskan Sagara. Sore tadi keduanya hanya tenggelam dalam ego masing-masing.
Ucapan Sagara berhasil membuat dirinya kembali merasakan jatuh cinta. Jantung yang berdegup kencang, ia tidak tau harus berbuat apa. Kata kata tak bisa keluar dari mulutnya. Bastian total berada di masa awal pacaran, merasakan apa itu cinta dari anak berandal yang tergila-gila padanya, Sagara. Bastian tidak berkata-kata, ia menarik tengkuk pemuda itu dan langsung memberikan ciuman hangat kepada Sagara. Pipi keduanya memerah dan Sagara tak tinggal diam. Ia tidak ingin melepaskan Bastian untuk kesekian kalinya, ia mendekapnya sangat erat dan muncul rasa tak ingin melepaskannya sampai kapan pun.