Kebenaran

Malam ini mereka melakukan makan malam bersama di bagian rooftop hotel. Tempat yang telah disediakan untuk beberapa staff dan talent agar bisa menikmati makanan dengan kebersamaan. Sering sekali Jungkook menjadi objek foto oleh beberapa karyawan bertugas. ”Bisa minta foto?” Jimin dan Yoongi yang melihat hal itu hanya tersenyum melihat keramahannya. Jimin belum mendapatkan jawabannya atas keberadaan Namjoon karena Hoseok terlihat enggan membahasnya. Satu meja terdapat empat orang dan satu tarikan kursi ditempatkan tepat di sebelah Jimin, Kim Mingyu.

“Hi. Gue kira lo sibuk?” Mingyu tersenyum dengan sepiring makanan yang berada di tangannya. Ia kemudian meletakkannya dan saat itu juga tatapan Jungkook menjadi aneh. Jimin diapit oleh Mingyu dan Jungkook sedangkan Hoseok dan Yoongi hanya menyantap makanannya sembari melirik Jungkook, memastikan apakah anak itu bisa menahan kecemburuan nya atau tidak.

“Ya abis ini gue langsung ke kamar kok.”

“Oh gitu, lo mau sup? Sup nya enak loh. Ini coba,” ucap Mingyu mendorong se-mangkuk sup yang ia bawa ke hadapan Jimin.

“Lo tau ga kalau manusia mempunyai dua tangan dan dua kaki,” ucap Jungkook mendorong kembali sup itu ke tempat semula. “Jimin bisa kok ambil sendiri kalau dia mau. Lagian itu kan makanan lo jadi masa lo mau kasih ke Jimin?” Tidak. Jungkook sepertinya sudah cemburu. Jimin hanya melirik kekasihnya itu dengan senyuman tipis. Jungkook sangat lucu saat cemburu.

“Engga kok, manusia punya dua tangan dan dua kaki. Gue bisa ambil lagi, yang ini buat si manis aja.” Mingyu kembali mendorong mangkuk nya namun Jungkook kembali membalas, “Jimin ga suka sup.” Jungkook menekankan nada bicaranya. “Iya kan? Jim?” matanya berpindah ke Jimin lalu pemuda itu mengangguk. Ia tidak ingin Jungkook makin cemburu. Mengalah sekali saja apa salahnya?

Setelah kejadian dorong-mendorong se-mangkuk sup, mereka kemudian makan dengan lahap. Jungkook meraih tangan Jimin yang berada di bawah meja lalu mengaitkan jari mereka. Sedikit mengintip Jimin ke bawah, tersenyum malu saat Jungkook mengelus punggung tangannya dengan jarinya. Jungkook menoleh sekali dan tersenyum kepadanya. Seperti mereka berkomunikasi dengan pandangan, mereka sedikit tertawa. Tidak terlalu menampakkan kesenangan mereka, ada Mingyu di sini.

“Oh ya? Kurang satu orang. Kemana?” ucap Mingyu tiba-tiba. “The Manager, where is he?”

“Iya? Hoseok? Namjoon kemana? Gue telfon ga aktif deh.” Jungkook menimpali. Ia juga penasaran keberadaan Namjoon saat ini. Hoseok dan Yoongi menghentikan aktifitas makannya. Entah harus menjawab dari mana, Jungkook sangat tempramen jika orangnya berada di situasi yang tidak mengenakkan. Terlebih akan ada manager baru yang menyusul. Cepat atau lambat, Jungkook harus tahu.

“Nyusul, tapi besok.” Yoongi mendahului Hoseok.

“Tapi kok telfon gue ga diangkat? Telfon Jimin juga. Bukannya harusnya dia udah ada di Bangkok?” tanya Jungkook. “Dia ngurus apa sih sampe ga ikut tur?”

Hoseok lalu menjawab, “Ngurusin hal yang penting. Tapi dia bakal nyusul kok.” Pernyataan itu sedikit mencurigakan bagi Jungkook dan Jimin. Seorang manager seharusnya berada di samping Jungkook selama ia menjalani tur. Entah apa yang akan terjadi jika tidak ada Namjoon, semuanya akan kacau tanpa rencana.

“Jung Hoseok?” seorang gadis menghampiri Hoseok dengan sedikit membungkuk.

“Ya?”

“Manager baru udah ada di lobby. Katanya mau ketemu sama anda dulu?” bisik gadis itu namun Jimin bisa mendengarnya. “Manager baru?” ucap Jimin. Jungkook yang mendengar hal itu memiringkan kepalanya, mencoba berfikir apa arti kalimat itu.

“Namjoon?” tanya Jungkook kepada gadis itu.

“B-bukan… bukannya Namjoon udah di pecat? Semua staff tau kok …” ucap gadis itu.

“Semua staff?” Jungkook menatap Hoseok. “Semua?”

“Sehabis makan malam gue jelasin. Oke?” Yoongi berusaha menenangkan namun nampaknya Jungkook kali ini tidak ingin bekerja sama. Jimin menggenggam erat tangannya namun Jungkook melepaskannya paksa.

“Kasih gue nomor Namjoon sekarang,” pintah Jungkook. “Kenapa dia di pecat?”

“Rumor bilang itu karena skandal—kalian…” gadis itu menatap Jimin. Skandal? Skandal apa lagi? Namjoon mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja kali ini namun nyatanya, hal yang baik hanya akan terjadi kepada Jungkook, bukan Namjoon. Jungkook menoleh menatap Jimin dan meninggalkan meja makannya segera.

“Jungkook!” panggil Mingyu. “Where are you going?!” Jungkook tidak menghiraukan. Skandal. Mingyu menatap Jimin yang sepertinya sangat khawatir terhadap Jungkook kali ini. “Gue ngomong bentar sama dia ya?” setelah mengatakan hal itu, Jimin bergegas mengejar Jungkook. Ia berlari ke arah lift berusaha agar lift tidak menutup dan ikut masuk ke dalam. Hanya ada mereka berdua dan lift pun tertutup.

“Kook..?” Jimin ingin meraih tangan Jungkook namun sepertinya Jungkook masih mengatur emosinya. “Kita cari jalan keluarnya ya?”

“Turun dari lift sama aku bakal jadi berita lagi, Jim.”

“Aku tau..”

“Terus kenapa ikut?” Pertanyaan Jungkook membuat Jimin menoleh menatapnya. “Kamu lagi ga baik-baik aja. Aku harus temenin kamu.” Jimin menjawabnya.

“Dengan adanya kamu di sini, ga ada yang bakal baik-baik aja.” Jungkook tidak berani menatap Jimin saat ia mengatakan hal itu. “Ini namanya bom bunuh diri.”

“Kamu ngomong kayak aku yang salah di sini.” Sepertinya, Jimin mulai menampakkan emosinya. “kamu gatau seberapa sedih aku pas liat kamu tidur di ruang latihan? Tau ga seberapa pengen kaki ku lari buat ambilin botol minum pas lagi latihan?”

“Kita lagi membandingkan siapa yang paling sakit kah di sini?” Jungkook menoleh menatap Jimin. “Kamu ngomong kayak kamu yang paling sakit di sini.”

“Kook, gaada yang membandingkan. Aku cuman mau kamu sadar sama apa yang aku hadapin selama ini.”

“Terus menurutmu aku ga hadapin apa-apa selama ini?” tiba-tiba saja air mata Jungkook jatuh entah kenapa. “Aku ngelawan kecemasan ku setiap malem karena mikirin kamu tidur yang nyenyak atau ngga. Aku berusaha buat kamu tetap aman. Aku berusaha buat Namjoon tetap aman.”

“Tapi kamu ga ngeluh!”

“Aku ga selalu harus ngeluh Jim! Semuanya karena aku mau dan biar kamu baik-baik aja. Ngasih kamu beban akan bikin kamu makin terbebani. Masuk di agensi ga se mudah yang kamu kira.” Pintu lift terbuka dan Jungkook segera meninggalkan Jimin namun Jimin mengejarnya.

“Kamu pikir aku ga siap buat pacaran sama orang kayak kamu?” titah Jimin. “Kamu kira aku ga siap mental, kamu kira aku bakal ninggalin kamu gitu aja cuman karena kamu ngeluh capek dan segala macam?”

“Orang kayak aku, yang kamu maksud? Orang kayak aku ga pantes milikin kamu.” Suara Jungkook sedikit bergetar saat memandang wajah Jimin yang mulai memerah. “I hate that words, I don’t wanna be ‘that person’ to you. Sejak awal ketemu, aku gamau jadi orang lain. Tapi sekarang, I am ‘that person’ to you.” Jimin menggeleng lalu berkata, “Seenggaknya aku bisa nampung rasa capek mu. Aku bisa bantu kamu.”

“No one can’t help me, Jim. Even myself.”

“I’ll try…”

“You know what? I’m trying too …” Jimin menunduk menahan tangisnya saat mendengar bahwa Jungkook mencoba menyelamatkan dirinya sendiri. Tidak ada yang bisa menyelamatkannya. Hal itu membuat JImin merasa tak berguna namun dengan logikanya yang ia bisa gunakan, Jungkook tidak bisa disalahkan sepennuhnya.

“Kalau gitu, aku gabakal temenin kamu untuk tur ini.”

“Great.”

“Is that what you want?”

“Sadly, yes.”

“Okay …”

Pintu lift terbuka dan Jimin segera masuk ke dalam sana. meninggalkan Jungkook yang mengusap air matanya. Keduanya kembali terpisah namun tidak berakhir. Jungkook melakukan hal yang baik kali ini. untuk pertama kalinya, tidak ada kata makian yang ia lemparkan ke Jimin. Ia menahan emosinya sebaik mungkin. Ia mengeluarkan handphonenya dan kembali menatap nama tertera di sana. Namjoon. Ia butuh Namjoon untuk memarahinya kali ini.