Love is HOLY
Nataliel dan Keano memasuki studio bersamaan dengan Keano yang membawa sebuah bantal di lengan kanannya. Seperti yang ia katakan bahwa ia harus membawa untuk jaga-jaga, sepertinya Nataliel tidak terlalu membutuhkannya. Di dalam studio yang ukurannya tidak terlalu kecil bahkan tidak terlalu besar, cukup untuk 4-5 orang, Keano mengatakan bahwa ini adalah studio pribadinya. Nata lalu menatap beberapa akanan yang ia beli tadi. Kini ia berfikir, bagaimana cara menghabiskannya?
Nata duduk mengambil tempat di sofa bagian belakang kursi kerja Keano sedangkan Keano mulai mempersiapkan alat-alatnya. Ia hanya menatap Keano tanpa sepatah kata apapun. Pria itu sepertinya sangat teliti, mencoba beberapa alatnya sebelum menggunakannya. Tidak ada raut lelah di wajahnya dan hal itu membuat Nata bingung. Apakah pria itu benar-benar manusia? Terlepas dari wajahnya yang kadang membuat Nata salah tingkah, Keano benar-benar jarang menunjukkan ekspresi apapun selain tersenyum.
Keano kemudian duduk setelah mengecek semua peralatannya. Apakah ia lupa kalau saja Nata berada di satu ruangan dengannya? Berbalik saja pun tidak. Tapi Nata tidak mengambil hati, ia justru menggeser tubuhnya untuk melihat lebih jelas layar monitor yang sedang dikerjakan Keano. Tentu ia tidak mendengarkan apapun karena Keano saja telah menggunakan headphone.
2 menit hingga 10 menit terasa membosankan saat keano tidak bergerak sedikitpun dari tempat duduknya. Nata kini sudah berbaring sedari tadi, menatap minuman yang ia beli dengan gelas yang basah. Air mengalir dari luar karena permukaan dingin dari es, se membosankan itu. Matanya kemudian berpindah ke Keano dan pria itu masih tidak bergerak. Sepertinya, bantal yang Keano bawa berguna kali ini. Nata mengambil lalu memeluknya. Berencana untuk meemjamkan matanya sebentar namun sepertinya satu jam adalah waktu yang lama untuk memejamkan mata.
Matanya terbuka saat ia tidak sengaja mendengar sebuah botol jatuh dan nampak Keano tengah duduk menghadap dirinya dengan minuman di tangan kanannya.
“Bosen ya?” Nata langsung bangkit untuk mengumpulkan nyawanya setelah tidur.
“Udah selesai?” ia bertanya sembari menguap. Keano menggeleng dan sedikit menoleh menatap monitornya.
“Ada beberapa part yang harus diulang. Kamu ini gak makan cemilan nya ya?” tanya Keano kembali. Benar saja bahwa Nata tidak menyentuh apapun yang berada di meja setelah mereka sampai. Namun perasaannya kini sepertinya tidak meyakinkan. Kepalanya terasa pusing akibat tidur malam yang hanya sejam saja.
“Engga, aku tadi nunggu kamu cuman ketiduran aja.” Saat Nata bersender di sofa dan memejamkan matanya, Keano merasa ada yang salah.
“Kenapa?”
“Hah? Engga kok. Gapapa..”
Sepengalamannya, tidak apa-apa berarti ada apa-apa. Nata masih memejamkan matanya dan sedikit memijat pelipisnya. Karena Keano merasakan sesuatu yang mungkin membuat Nata kurang nyaman, ia kemudian berbalik dan kembali mengotak-atik komputernya.
“Ruang kesehatan di bawah masih buka gak?” tanya Nata kepada Keano.
“Gak yakin masih buka karena ini udah jam 2 pagi.”
“Apotik—JAM 2 PAGI?” suara Nata sedikit keras dan membuat kepalanya makin penik. Keano menoleh sedikit lalu berkata, “Iya jam 2. Kamu kenapa?”
“Aku kayaknya butuh obat. Kepalaku pusing,” ucap Nata.
Keano benar atas perkiraannya. Apa yang ia lakukan di monitor sedari tadi adalah menyimpan semua file yang ia kerjakan malam ini dan memutuskan pulang lebih cepat. Baginya, Nata masih harus belajar atas kondisi namun ini kali pertamanya dan tidak ada salahnya untuk pulang lebih awal. Keano berdiri lalu mulai membereskan makanan yanng berada di meja.
“ini bawa pulang aja. Kita pulang sekarang.” Nata hanya mengangguk dan meraih kunci mobil yang berada di atas meja. Namun, Keano meraihnya terlebih dahulu membuat Nata menatap Keano dalam kebingungan.
“Kamu lagi pusing. Aku gamau kamu yang nyetir.”
“Gak terlalu berat kok ini, sini aku aja.”
Keano tidak peduli dan justru tersenyum memasukkan kunci mobil tersebut kedalam saku celananya.
“Ada apotik 24 jam dekat sini. Pack your bag we’re going home.”
Tidak menolak, Nata memang sepertinya tidak kuat untuk menyetir dan kini jantungnya berdegup kencang. Perhatian yang diberikan Keano berbeda saat ia mengetahui bahwa Keano adalah arti yang disegani. Bahkan sahabatnya sendiri mengakui bahwa HOLY yang sekarang berada di depannya adalah orang yang paling keras dan arogan. Namun di mata Nata, HOLY dan Keano adalah malaikat yang sengaja Tuhan kirimkan padanya. Like Shakespeare says on All’s Well That Ends Well, love is holy.