Memori

Pandangan mereka bertemu saat Yoongi masuk dengan sekotak donat dan kopi di kedua tangannya. Yoongi duduk tanpa adanya obrolan pembuka dari keduanya. Hoseok hanya menatap Yoongi menunggu pemuda itu membuka obrolan. Kakinya menyilang sedikit menggerakkan pergelangan kakinya sambil terus menatap Yoongi yang pandangannya kebawah seperti mempersiapkan apa apa saja yang akan ia bicarakan kepada Hoseok.

“I’m not gonna eat these donuts unless you talk.” Yoongi membuang nafasnya berat lalu menatap Hoseok.

“Kita gak seharusnya membahas masa lalu. Gue sendiri juga sedikit lupa sama masalah itu.” Hoseok memiringkan kepalanya saat mendengar kata ‘masalah’ keluar dari mulut Yoongi.

“Masalah?”

“Gue sedikit waspada sama Namjoon. Dia bukan orang biasa, Hoseok.”

“Gue juga bukan orang biasa kok?” Yoongi menegakkan tubuhnya kemudian bersandar. Tatapannya tajam menatap Hoseok yang masih duduk bersilang kaki.

“That’s not what I mean. Gue pernah ketemu Namjoon pas kelas 2 SMP.”

Hoseok kembali menatap Yoongi dengan wajah kebingungan. Menyipitkan sedikit matanya menangkap apa yang pria di depannya itu katakan.

“Lo gak bakal inget. 80% dari hal yang gue inget adalah lo yang dibawa ke rumah sakit, you were bleeding, kepala lo bocor. Lo punya bekas jahitan di kepala belakang kan?” Yoongi membuang wajahnya kearah lain. Ia berusaha mengingat hal tentang Namjoon karena yang ia ingat adalah wajah Hoseok yang pucat kala itu.

“Lo bisa cerita yang jelas gak? Namjoon nya mana? Kok lo malah cerita tentang gue?”

Hoseok benar-benar bingung dengan hal yang berhubungan dengan Namjoon. Yoongi yang tak percaya atas pertanyaan Hoseok kembali menatap Hoseok dengan wajah tak percaya.

“It’s 80% gue gak begitu—“

Leave my room. Gue mau tau tentang Namjoon, bukan tentang gue.” Arogan, Hoseok sangat arogan terhadap Yoongi saat ini. Sedikit hilang kesabaran, Yoongi justru menyesap kopi yang ia bawa kemudian kembali bersender setelah mengambil nafas panjang. Ia kembali tenang.

“Gang kecil di dekat sekolah tempo dulu, lo anak yang sering dirundung. Gue gatau kenapa gue bisa temuin lo udah pucat, you’re so pale at that time. Darah di mana-mana, gaada recehan buat telpon umum. Gue panik, sahabat gue pucat dan gue pikir lo udah mati.”

Yoongi menatap Hoseok dengan tatapan hangat sambil menautkan jarinya, sesekali meremas tangannya sendiri menahan ingatan pahit yang ingin ia hapus.

“Lari ke jalan raya, tapi gue ketemu Namjoon diseret sama orang. Bajunya penuh darah, gue pikir dia yang mukul lo. Tapi beberapa anak ada yang babak belur. I guess, he’s saved you.” Yoongi mengangguk sambil melemparkan senyum tipis kepada Hoseok. Ia kembali melanjutkan ceritanya saat menatap Hoseok yang pandangannya masih bertanya-tanya.

Hoseok tidak tertarik dengan cerita perundungannya namun ia menunggu jawaban pertanyaannya tadi, apa yang terjadi dengan Namjoon saat itu?

Yoongi menyadari hal itu, ia merasa Hoseok benar-benar membuat dunianya berganti pada Namjoon. Sedikit sakit hati tapi Yoongi tidak tau bahwa darimana asal sakit hatinya berasal. Apa karena ia menyukai Hoseok yang lebih mementingkan Namjoon atau Hoseok yang semena mena terhadap memori buruknya.

“Salah satu pria, orang yang kita pernah liat di tv. Ketua gangster yang pernah membunuh beberapa buruh pasar beberapa tahun yang lalu. Dibebaskan karena alasan yang tak masuk akal, dan sampai sekarang masih bebas.” Yoongi memainkan telunjuknya sambil menatapnya.

“At that time, Namjoon shouted and called him dad.”

“Stop spreading bullshits, Yoongi. Di profile Namjoon, ayahnya cuman pegawai biasa.” Hoseok sedikit tertawa tak percaya apa yang diceritakan Yoongi. Yoongi mengangkat wajahnya menatap Hoseok.

“Bullshit?”

“Lo gasuka Namjoon lo ngarang cerita kan?”

“What? Pemikiran macam apa? Lo masih kecil kah?”

Then, what’s the point of your story, Yoongi?” sedikit penekanan pada kata ‘Story’ membuat Yoongi merasa Hoseok sedikit keterlaluan.

Hoseok, if you fall in love with him, it’s not gonna work okay? Gue tau kalian udah ada kemistri but please, don’t.

you’re jealous. You can leave, thank you.” Hoseok bangkit dari duduknya lalu mengambil jasnya, beralih mengambil donat yang Yoongi bawa dan membuangnya ke tempat sampah.

Don’t talk shits about my models, Yoongi. Lo cuman bawahan—“

“Hoseok, lo keterlaluan kalau gini caranya.” Yoongi ikut bangkit, menghampiri Hoseok dan menatap sekotak donat yang sudah tercampur dengan sampah. Ia sedikit tersenyum lalu kembali mengarahkan pandangannya kepada Hoseok.

I’m here to protect you, nothing else.

“gue bisa jatuh cinta sama siapapun, lo gaada sangkut pautnya. Kalau lo gasuka Namjoon, then you can close your eyes if he’s coming.

Pertengkaran obrolan seperti ini kerap Yoongi rasakan saat berhadapan dengan Hoseok. Hoseok sangat keras kepala dan kerap berfikir pendek namun Yoongi memakluminya dan sering mengalah. Sikap tempramennya mungkin ia dapatkan dari sang ayah dan benar saja, ia bekerja dengan Hoseok agar dapat melindungi pria itu. Yoongi masih terngiang dengan wajah Hoseok yang pucat saat di rumah sakit, itu menjadi hal yang paling menakutkan baginya, kehilangan Hoseok.

Yoongi mengangguk lalu berbalik lalu mengambil jasnya yang ia letakkan di sofa.

End of the meeting. Call me if you need something, gue ada di studio kalau lo mau.” Senyum ia lemparkan sebelum meninggalkan ruangan Hoseok.

Sedangkan Hoseok kini berfikir apakah cerita Yoongi benar atau hanya bualannya saja. Yoongi tak pernah mengarang cerita namun terlihat Yoongi sangat membenci Namjoon. Terkait luka di kepalanya juga menjadi bukti bahwa benar ia dirundung. Hoseok mulai mengingat kembali masa perundungan itu, namun ia hanya ingat saat di rumah sakit.

Tapi, seseorang muncul dalam ingatannya namun tak jelas wajah dari orang itu. Ia merasa badannya terseret dan langsung terbangun di rumah sakit.

Terlepas dari benar-tidaknya cerita Yoongi, ia hanya perlu berhati-hati terhadap keadaan, bukan Namjoon. Hoseok menganggap Namjoon tempat teraman baginya saat ini. Bahkan wartawan tak pernah merilis kedekatannya saat bersama Namjoon. Hoseok aman bersama Namjoon.