Namu
Hoseok tipe anak pembangkang pada ayah tirinya.. Ia sekarang kini berada di sekolah Namjoon setelah meninggalkan meeting begitu saja.
“Ngapain?” Yoongi berjalan di belakangnya dengan mata menelusuri tiap sudut sekolah. Siswa dan para orang tua tertuju pada mereka. Bagaimana tidak? Pakaian mereka terlihat mahal ditambah dengan wangi yang sangat khas bak orang kaya. Seperti super model yang memasuki sekolah. Mungkin mereka bertanya, mengapa ada dua orang berpenampilan mahal di sekolah? Namun Hoseok tak menghiraukan, ia tetap berjalan masuk dengan suara ketukan sepatunya yang menggema di lorong ruangan.
Semua siswi berteriak menatap Hoseok dan Yoongi. Mereka seperti tergila-gila akan ketampanan mereka.
“yoon, lo gapapa kok pulang duluan.” Hoseok mengecek arloji nya lalu melihat sekitar mencari keberadaan Namjoon. “gue pulang 30 menit lagi.”
“Lo ngapain sih di sini?” “Mau ngobrol sama calon model gue. Lo pulang ya? Gue gapapa kok.”
“No. its totally dangerous for you here.”
“Its okay, gausah khawatir.” Satu senyuman Hoseok membuat Yoongi menghela nafas kasar kemudia berbalik pergi meninggalkan Hoseok. Sementara itu, dia kebingungan dengan kelas Namjoon. Anak itu bahkan tidak memberitahu Hoseok kelas ia berada.
“Kelas A-5” suara seorang gadis membuat Hoseok berbalik. Hoseok tersenyum kikuk saat menatap gadis itu sedikit gemetar dan senyum di wajahnya terlihat aneh.
“Oh makasih—“ “Namjoon bilang kalau ada cowo ganteng, suruh ke kelas A-5, itu pasti—“ “oke thanks.” Hoseok langsung melangkahkan kakinya meninggalkan gadis itu yang terlihat seperti meleleh. Hoseok memang se menawan itu hari ini.
Beberapa orang tua siswa berbincang dan Hoseok dengan pelan masuk ke dalam kelas. Ia melihat sebuah bangku kosong dengan nama ‘Kim Nam Joon’ di sana. Ia langsung duduk dan kembali mengecek handphone nya. Kemana anak ini? seharusnya ia sedang duduk bersama Hoseok sekarang namun tidak ada tanda-tanda keberadaannya.
Beberapa selang waktu, penerimaan raport di mulai. Hoseok menatap sekitar, semua siswa dan orang tua seperti bercengkrama dan sedikit mengobrol. Sesekali tertawa membuat suasana kelas sedikit riuh. Ia berfikir bahwa jika Namjoon memiliki hubungan tak baik dengan sang Ayah, ia pasti sudah melewati hal menyenangkan ini sendirian. Dan Hoseok merasakannya sekarang. Ia gugup, sesekali memainkan gelang berwarna kuning pemberian Namjoon tempo hari. Seperti, ia membutuhkan Namjoon sekarang.
Nama Namjoon terdengar, Hoseok bangkit dari duduknya dan langsung menuju meja guru. Semua perhatian tertuju padanya.
“Oh? Anda pasti bukan orang tua Namu hahaha.” Namu? Namu berarti ‘pohon’. Hoseok berfikir mengapa gurunya memanggil Namjoon dengan sebutan ‘Namu’?
Hoseok sedikit tertawa. “Saya—wali dia.” Sebuah buku berwarna biru tampak di hadapannya.
“Namjoon memiliki nilai tinggi namun nilai perilakunya sangat kurang. Untuk masuk ke perguruan tinggi biasanya nilai perilaku itu berpengaruh.” Hoseok membuka raport Namjoon melihat betapa bagusnya nilai anak itu. Ia sedikit terkesima.
“Tapi dia bisa kuliah kan?” Hoseok bertanya.
“Tentu, tapi untuk universitas terbaik, saya rasa dia perlu kerja keras lagi. pelepasan seminggu lagi, dan saya harap dia bisa masuk ke univesitas pilihannya.” Hoseok sedikit terdiam mengingat Namjoon sangat ingin melanjutkan studinya.
Tanpa basa-basi saat penerimaan selesai, Hoseok berjalan keluar kelas. Matanya cemas Namjoon belum juga membalas pesannya. Ia pikir, Namjoon total marah dengannya. Wajahnya tertegun saat pesan dari Namjoon baru saja masuk.