Protect

Sebuah mobil berhenti tepat di depan pagar rumah Bastian sore ini. Terlihat asing sehingga Bastian sendiri mengintip di balik jendela sebelum membuka pintu rumahnya.

“Kak!” suara melengking sesaat jendela mobil turun perlahan, menampakkan Sagara yang melambai kearah Bastian yang masih berdiri di ambang pintu.

“Loh?” Apakah Sagara sudah legal untuk melajukan sebuah mobil? Apa ini mobil milik Sian? Bastian berjalan kearah mobil lalu berdiri di dekat pintu, mengintip sedikit dengan memasukkan wajahnya kedalam mobil.

“Masuk sini. Kita ngedatenya pake mobil gapapa?”

“Kamu udah ada SIM belum?”

“Aku pernah balapan kok.”

“Bukan itu pertanyaannya. Balapan sama SIM itu beda.”

“Sama kok.” Sagara kemudian membuka pintu mobil agar Bastian dapat masuk duduk di sampingnya, bukannya mengintip dari luar mobil.

“Sama sama berhadapan sama polisi kan?”

“Bandel kamu.” Memasang wajah yang masam, Bastian masuk kedalam mobil dan segera memasang sabuk pengamannya. Sagara mulai menyalakan mobilnya dan hendak menginjak pedal gas namun Bastian menghentikannya dengan satu tepukan di pahanya.

“Seatbelt.” Tatapan tajam tertuju pada Sagara kali ini.

“Pasangin dong?”

“Dih?”

“Gamau? Yaudah—“ hendak menginjak pedal gas, Bastian buru-buru menarik seatbelt dan memasangkannya ke Sagara. Satu kecupan di pipi untuk Bastian dari pria yang lebih muda darinya itu.

“Sagara!?”

Respon Sagara? Ia hanya tertawa lalu mulai melajukan mobilnya. Sagara membawa Bastian ke lingkungan yang lebih tenang. Sedikit jauh dari kota dan ya, mereka sudah membeli beberapa cemilan untuk di makan. Sore hingga malam, mereka hanya berkendara. Angin sore yang berhembus membuat Bastian sedikit tenang. Ia sesekali menoleh kearah Sagara yang menikmati lagu di radio.

Wajahnya berseri dengan mata yang sedikit menyipit memperhatikan jalanan yang sepi. Tak sadar bahwa Bastian ikut terssenyum saat Sagara mulai menyanyikan lagu favoritenya dengan asik sambil memainkan jarinya di kemudi. Pemuda itu lalu menoleh menatap wajah Bastian dengan senyum yang manis.

“Suka?” anggukan pelan menjadi jawab Bastian. Senyum tipis Sagara pertanda bahwa ia ikut senang bila kekasihnya ikut merasakan kesenangannya.

Mereka terhenti di sebuah pantai di tepi jalan. Malam sudah tiba, bintang terlihat amat jelas dengan minimnya cahaya kota. Suara ombak dapat terdengar. Kini, Sagara dan Bastian tengah duduk di sisi pagar penghalang antara jalan dan pasir pantai.

“The moon is beautiful tonight, isn’t it?” tanya Bastian sambil menoleh kearah Sagara yang mendanggak mencari letak bulan.

“Mana bulannya?” Sagara tidak paham akan kutipan itu. Bastian kemudian menangkup wajah Sagara lalu mengarahkannya ke arah bulan.

“itu, di situ.” Bastian masih tersenyum. Wajar saja Sagara tidak mengerti perkataannya. Ia hanyalah anak sekolah yang masih ingin bersenang-senang.

“You like being here?”

Pertanyaan Sagara melepas keheningan sesaat yang tercipta saat mereka mulai tenggelam dengan suasana.

“Here? Yes.”

“Karena ada aku?”

“Karena ada Sagara.”

Senyum Bastian terpampang nyata di depan wajah Sagara. Pemuda itu tidak tahan akan ke indahan Bastian. Ia memberanikan diri untuk memberinya ciuman kedua.

“Can i..kiss you?”

Bastian mengangguk. Sangat menggemaskan. Ia kadang lupa bahwa Sagara berusia lebih muda darinya. Bastian memejamkan matanya saat Sagara mulai mendekatkan wajahnya. Kecupan lembut mendarat di bibir ranumnya bersamaan dengan bunyi ombak yang saling bertabrakan. Bastian masih gugup, sama seperti ciuman pertama. Pipinya terasa panas dan ia refleks meremas tangannya sendiri.

Agak lama Sagara mengecup bibir Bastian, ia kembali mengecup bibir bawahnya lalu menjauhkan wajahnya. Senyum kembali nampak di wajahnya. Ia lalu mengelus pipi pemuda di depannya dengan lembut.

“Thanks for worrying me. Aku tau kamu ngajak aku kesini karena gamau aku berantem kan?”

Bastian terdiam. Sagara tau? Bagaimana?

“itu—“

Thank you. Aku gabakal berantem kalau kakak yang minta.” Sagara sedikit tertawa lalu menggenggam tangan Bastian yang mengepal.

“itu…karena bahaya kalau kamu lebam lagi. Sekolah sama orang tuamu nanti khawatir.”

“Tenang, gak lagi kok.” Sagara meneguk kaleng minumannya lalu menoleh menatap Bastian.

“Tapi izinin aku berantem kalau ada yang gangguin kakak ya?”

“Saga…”

“don’t worry. They call me street fighter.”

Bastian sedikit tertawa diikuti dengan Sagara yang berada di sampingnya.

“Tapi..can you stop fighting? Not only for me but for yourself?”

“why?”

“Liat kamu lebam bikin aku sedih sometimes, sebelum kita pacaran juga gitu. Dan mungkin itu jadi tanda kalau I’m truly in love with you.”

“you care about me?” “Yes, Sagara. I do. Jadi jangan berantem lagi ya? Buat kebaikan kamu.”

Sagara sedikit terdiam. Ia sudah terbiasa untuk mengambil tindakan yang seharusnya jikalau teman atau sang kakak sedang berada dalam masalah. Untuk kasus Bastian, ia berfikir akan tidak tanggung-tanggung untuk menghabisi siapa saja yang menggangu kekasihnya itu.

“Saga, kalau misal mau jagain aku, jagain dengan cara yang bisa jagain kamu juga ya? Your mine now.”

Bastian kini menjadi miliknya, Sagara paham akan itu. Detik itu juga, ia berjanji agar menjaga Bastian dengan cara yang dapat membuat dirinya juga aman.

“I promise you this, Bastian. I will protect you and protect myself—“

“—for you.”

“For myself.”