Tired
Sagara memasuki apartement dan langsung menghampiri Bastian yang sedang membereskan barang bawaannya saat ia berkeliling. Ada beberapa makanan terletak di atas meja makan dan Sagara hanya meliriknya, membuka plastiknya mengintip sedikit.
“Welcome home. Mau makan dulu?” Bastian hanya menggerakkan badannya sedikit meraih pipi pemuda itu lalu memberikannya kecupan kecil.
“Boleh.” Bastian lalu berjalan ke arah kulkas mengambil sebuah minuman dingin memberikannya kepada Sagara yang telah duduk melahap beberapa paha ayam. Bastian tersennyum lalu mengusak rambut pemuda itu ia sangat rindu namun Sagara harus mengisi perutnya terlebih dahulu. Ia kemudian kembali mengambil tempat duduk di depan Sagara lalu meraih kameranya. Menatap beberapa tangkapan yang ia ambil. Ia sesekali memperlihatkannya kepada Saga dan Saga hanya menimpalnya dengan “Cantik” “Keren” “langit sore tadi bagus ternyata”. Jawaban Saga tidak mengehentikan Tian tetap menunjukkan tangkapan gambarnya.
“Gimana? Tugasnya lancar?” Tian membantu membersihkan sisa di ujung bibir pemuda itu saat ia masih mengunyah. Saga mengangguk.
“Lancar. Tadi sama siapa?”
“Oh, Laskar. Temen sekolah aku dulu.” Bastian lalu meletakkan kameranya, mengeluarkan memori card dari sana kemudian menaruhnya di saku celana. “Memori yang ini penuh jadi aku harus pake memori lain.” Saga kembali mengangguk. Ia tampak cuek di mata Bastian tidak ada ocehan, bahkan ia seperti enggan menatap Bastian. Ia hanya meneguk minumannya kemudian membersihkan sisa makanannya. Mungkin Saga membutuhkan sedikit energi? Charging energy? Bastian kemudian bangkit dari duduknya kemudian memeluk Saga dari belakang. Tangannya mengalung di leher pemuda itu.
“Kakak kenapa hm?” Elusan tangan menyentuh pipi Bastian. Ia merajuk, menyenderkan wajahnya di kepala pemuda itu. Saga hanya tertawa kecil. “Kenapa ini sayangku?”
“Kamu gapapa kan..? aku khawatir kamu gak ngoceh..” Bastian membenamkan wajahnya di bahu Sagara. Ia rindu Sagara.
“I’m fine. Tapi aku harus mandi dulu kak.”
“No.. mandi sama aku.” Suara Tian sedikit manja. Saga yang masih terduduk hanya tertawa kecil.
“Yaudah ayo mandi?”
“Sagaraaaaaa…” rengek Bastian. “Mandi sama aku tapi kamu harus ngomel juga..” Sagara kemudian berdiri kemudian berbalik. Bastian sedikit mendanggak saat Sagara menangkup pipinya lalu memberikan kecupak kecil di bibirnya. “Ngomel ke siapa? Emang kakak ada salah mau aku omelin?” Bukan itu maksud Bastian. Dirinya semakin kesal, keningnya mengerut dan bibirnya menjadi kecut. “Ngomelnya bukan ngomelin aku loh…”
“Terus ngomelin siapa aku?”
“Ngomelin diri sendiri! Aku mandi sendiri aja..” Bastian melepaskan tangkupan pipinya namun Sagara sigap memeluknya dari belakang. Berjalan dengan beban di punggungnya, Tian tertawa kecil saat Saga memberikan kecupan gemas padanya. Memang benar Sagara membutuhkan sedikit energi tambahan agar dirinya tidak mengacuhkan Bastian.
Keduanya kini duduk berhadapan di sebuah bathub yang sediki kecil namun muat untuk mereka berdua. Bastian menatap Sagara yang memabsuh tubuhnya dengan air. Raut wajahnya tak bagus. Apakah energi yang diberika Bastian tidak cukup? Semuanya baik-baik saja saat mereka melepaskan pakaian dan memasuki bathub namun senyum Sagara memudar saat beberapa menit tak ada obrolan di keduanya. Bastian hanya menyender, menatap Sagara yang masih fokus memainkan jarinya di air.
“You okay?” Bastian dengan pelan bertanya. Saga mengangkat wajahnya lalu mengangguk pelan, menampilan senyum manisnya namun tak ada jawaban. Ada apa dengan dirinya? Bastian tidak bisa menebak namun yang ia terka saat ini adalah Saga sedang memikirkan beberapa tugasnya.
Masa perkuliahan bisa memberatkan pikiran jika karena beberapa hal sangat menguras energi. Bastian ikut membasuh bahunya, suara percikan air yang terdengar menemani mereka berdua. Diamnya Saga sangat biasa untuk Tian namun kali ini berbeda. Ia bahkan tidak menatap Tian sama sekali. Jika sagara cemburu, ia akan mengeluarkan semua kata-kata terbaiknya untuk kembali memikat Bastian dan melebih-lebihkan dirinya.
Komunikasi kecemburuan Sagara terbilang mudah, ia bisa saja langsung memberitau Bastian bahwa ia cemburu dan Bastian pun berakhir memanjakan Sagara dipelukannya. Setelah itu, Sagara akan mengerti bahwa Bastian dengan siapapun tidak ada hubungannya.
“Sagara,”
“I’m okay, kak.”
Tidak, Tian tidak merasakan hal itu. Keduanya saling bertatap tanpa obrolan. Sunyi untuk pertama kalinya bagi mereka. Tatapan Bastian bertanya-tanya namun Sagara hanya menatapnya meyakinkan.
“Kamu ada kesusahan? Aku bisa bantu.”
“Aku cuman sedikit capek cepertinya.”
“Setelah ini tidur ya? Aku aja yang beresin—“
“Kamu juga pasti capek kak. Aku aja.”
“Why you talk so slow?” Bastian makin khawatir. Nada bicara Sagara sangat pelan. Ia tak ingin Saga sakit karena kelelahan.
“Kalau kamu ga ngomong, gimana aku bisa bantu.”
“Aku cuman capek aja, itu doang kok”
“Its not only tired. Kamu ga biasanya diem gini Saga?” Bastian melihat sesuatu yang berbeda dari Saga.
“I’m just fucking tired okay?” Nada Sagara sedikit tegas. Bastian hanya memicingkan matanya. Ia tak suka jika Saga mulai membentaknya dengan umpatan. Mereka berjanji agar tidak mengumpat satu sama lain.
“Aku mau beres-beres. Lanjutin aja mandinya.” Bastian bangkit namun tangannya ditarik oleh Sagara dengan kuat sehingga tubuhnya terjatuh tepat di depan sagara. Percikan air sedikit mengenai wajahnya. Saga menggenggam erat kedua lengannya. Tatap mereka tak jauh, Bastian merasakan sesuatu di mata Sagara. Tajam, netranya sedikit bergetar. Dan saat Sagara menciumnya, Bastian merasakan jantungnya berdegup kencang. Bukan karena ini adalah sebuah kecupan, namun Sagara melingkarkan tangannya di pinggang Bastian.
Merengkuhnya dan menciumnya semakin dalam. Tautan mereka makin erat saat Bastian perlahan menangkup pipi pemuda itu. Sangat intens, dirinya sedikit melenguh saat Sagara tak sengaja menggigit bibir bawahnya. Bastian belum menemukan jawabannya, mengapa Sagara banyak diam malam ini. Ia sangat merindukan kekasihnya. Ciuman hangat benar-benar mengobati rasa rindunya. Ia seperti memiliki Sagara untuk kedua kalinya.
Bastian mulai merasakan belaian tangan Saga di sekitar pinggangnya. Ciuman mereka belum terlepas. It’s a french kiss. Pinggang lalu pahanya, Bastian melepas ciuman sepihak. Ia menatap Saga dengan nafas yang sedikit memburu.
“Really? What’s wrong with you?”
“You know that no one can have you unless me?”
“yes I know that, but what’s the problem?”
*“No one can have you;unless me, Bastian.” *
Disaat itulah Bastian kembali tenggelam dalam ciuman Sagara. Dengan sentuhan sentuhan kecil di tubuhnya yang sedikit dingin. Bastian memeluk erat Sagara saat ciuman mereka makin intim. Lenguhan Sagara terdengar saat Bastian mulai meremas bahunya. Keduanya benar-benar tenggelam. Dinginnya air yang menyentuh bukanlah penghalang. Sentuhan di paha Bastian membuatnya sedikit bergerak, tak sengaja dirinya menyentuh sesuatu di bawah sana. Tidak, Bastian menyentuhnya dengan ‘miliknya’. Ia sedikit tertegun, melepaskan ciumannya lalu menatap Sagara namun ia tidak bereaksi. Hanya Bastian?
“sorry..”
“No, keep going.” Sagara tertawa kecil, ia menarik pinggul Bastian makin mendekat. Keduanya saling bersentuhan. Mata Bastian tak lepas dari pandangan Sagara, memastikan bahwa Sagara yakin dengan ini. Semuanya sangat intim, bahkan tubuhnya mulai sedikit bereaksi. Ingin Sagara menyentuh tubuhnya lagi. Ia menarik menuntun tangan Sagara agar memberikan belai-an di dada dan perutnya. Saga hanya memindai tubuhnya dengan seksama. Seperti terkesima, tubuh Bastian sangatlah indah.
“If no one can have me, then own me.”
“I already own you, kak.”
“Own me this way.” Dan ini pertama kalinya Bastian mengatakan hal seperti itu. Pikirannya gila namun ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Sagara sudah memberinya ereksi sedari tadi dengan membantunya menggerakkan pinggul maju mundur. Lenguhannya terlepas saat kejantannya bersentuhan dengan Sagara. Tubuhnya meliku indah di depan kekasihnya, dan Sagara tersenyum kagum. Ia seperti mendapatkan sebuah harta karun yang indah. Bastian kini nampak cantik di depannya dengan garis leher yang terlihat menggoda.
Pikirannya melayang, ia tak tahan saat Sagara terus meremas pinggulnya memaksa Bastian bergerak makin cepat.
“Stop—Sagara..”
Tak ada jawaban. Pemuda di depannya hanya menatapnya dengan tatapan kagum, ujung bibirnya terangkat menikmati pemandangan di depannya. Bastian tak tahan, dirinya muali mengatur nafasnya setelah dirinya keluar untuk pertama kali, karena Sagara. Sebuah kecupan mendarat di keningnya. Ia kemudian membenamkan wajahnya saat Sagara kembali menarik dirinya ke pelukan. Meringkuk dengan sedikit kecupan untuk Sagara di dadanya. Ia berfikir bahwa hal ini tidak membuatnya mendapatkan jawaban atas pertanyaannya namun Bastian oke akan hal itu asalkan Sagara tidak terlalu tenggelam dalam pikiran buruknya.