Photoshoot
“Selamat Sore!”
Seruan Bastian membuat beberapa orang di balik meja resepsionis tersenyum membalas sapaan pemuda manis itu. Sagara berjalan pelan mengekor di belakangnya dengan menampilkan senyum manis. Studio sedikit sepi dengan beberapa pelanggan yang sedang duduk menunggu hasil cetakan fotonya. Bastian segera berjalan ke meja resepsionis untuk mendaftarkan namanya. Walaupun studio foto ini milik sang Ayah, ia tentu saja datang sebagai pelanggan. Bastian kemudian berbalik menatap Sagara yang terlihat memandang sebuah foto berbingkai besar.
“Saga?” panggil Bastian. “Kamu?” Sagara menunjuk bingkai foto tersebut sambil menatap Bastian. Bastian mengangguk. Sagara memandang foto Bastian saat masih balita. Senyum kembali terukir di wajahnya. “Gemes banget.”
Bastian kemudian merapikan bawaannya dan menitipnya di meja resepsionis.
“Kamu mau tunggu di sini bentar? Aku mau cek studio atas apa ada yang bisa dipake atau ngga.” Ia terlihat sedikit sibuk merakit kameranya dan membaca konsep tugasnya.
Sagara hanya mengangguk kemudian duduk di sofa tunggu. “Lama gak?”
“Engga kok. Sekalian mau siapin pakaian kamu.” Bastian menghampiri Sagara lalu mengusak lembut rambut pemuda itu.
Sagara sedikit mendanggak menatap pria manis yang tersenyum di depannya. “Bentar ya, nanti aku balik lagi.” Sedikit cubitan di pipi membuat Saga tersenyum malu. Ia mengangguk merasakan pipinya memanas akibat cubitan gemas Bastian. Ia terus menatap kepergian Bastian lalu setelah itu menyender menatap beberapa foto yang terpajang di dinding studio.
“Sagara?” Suara lembut membuat pemuda itu menoleh menatap siluet dari luar pintu studio. Ia sedikit memicingkan matanya menatap seorang gadis yang berjalan pelan ke depannya.
“Ngapain kamu di sini?” senyum gadis itu terlihat saat ia menepuk lengan Sagara pelan.
“Dara? Gue nunggu temen.”
“Yaampun Saga, gue kira lo mau foto pre-wedding hahaha.” Gadis itu kemudian duduk tepat di samping Sagara tanpa adanya jarak sedikit pun. Saga terlihat tidak nyaman ia kemudian bergeser sedikit membuat gadis itu sadar akan perbuatannya.
“Engga kok, gue nunggu temen.” Saga kembali menyender menatap bingkai foto yang terpampang. Beberapa foto Bastian saat kecil dan saat remaja menjadi model bingkai di studio sang Ayah.
“Lo kayak ga nyaman deh ada gue. Iya?”
Sagara menoleh, ia sedikit tersenyum menatap Dara yang menatapnya sambil menopang dagu. “Tuh lo tau. Bisa sanaan dikit? Sesek.” Namun, Dara tidak peduli. Ia justru meletakkan tangannya di paha Saga membuat pemuda itu menatap tajam kearahnya.
“Tumben? Biasanya lo gabisa tuh gaada gue.” Sedikit tawa membuat Saga menggeser tangan Dara dari pahanya dengan jari telunjuk. Saga acuh, ia kembali bersender dan memejamkan matanya sambil meyilangkan tangan di dadanya.
“Bisa diem? Gue gak nyaman ada lo.” Lagi lagi, Dara tak memperdulikan Saga. Tangannya kembali mengelus paha Saga sambil mendekatkan wajahnya. Hanya beberapa senti saja wajah Sagara dari bibirnya namun pemuda itu langsung menahan badannya. Wajah mereka bertemu sangat dekat saling menatap.
“Last time we had a sex, why you ignoring me?” “Fuck off.” Sagara mendorong Dara sedikit kasar membuat Dara sedikit tertegun dan menatap tajam kearah Saga. Tak peduli, Saga kembali ke posisi semula dan menggeser badannya agak jauh.
“I hate liars. Harusnya lo tau diri juga. That’s ONS.” Dara sedikit kesal dengan perkataan Saga. Ia kembali mendekatkan tubuhnya dan menarik tangan Saga dengan kasar. Pemuda itu tertegun lalu menatap Dara dengan tatapan marah.
“One Night Stand? No, you said you love—“ “Lo percaya kata-kata itu pas nge-sex? Pft idiot.”
“You—“ “Dara, inget. Lo yang ngancem gue malam itu. I don’t have a choice.”
Tak ada waktu untuk Dara membalas perkataan Sagara, Bastian datang dengan beberapa pakaian di tangannya.
“Saga..studio atas kosong. Ikut aku?” Bastian menerka-nerka apa yang terjadi dengan dua orang itu. Dara yang memegang lengan Saga dan Saga yang tadinya menatap Dara dengan tatapan tajam.
“Oke.” Saga menarik lengannya kasar dari genggaman Dara dan berjalan mengikut Bastian.
Bastian sibuk menatap perlengkapan foto seperti lightning dan sebagainya. Ia masih menunggu Saga yang berganti pakaian. Terlintas di pikirannya dengan kejadian yang barusan terjadi. Siapa gadis itu? Mengapa mereka terlihat dekat? Namun kekasihnya terlihat geram. Entah Bastian harusnya kesal karena Saga dekat seorang wanita atau senang karena Saga terlihat marah terhadap gadis itu. Namun pikirannya ia buang jauh-jauh. Ini adalah hari pertama mereka berpacaran namun sepertinya Bastian sudah melangkah jauh dalam hubungan. Ia kembali fokus mempersiapkan kebutuhan foto dan mengecek kameranya.
“Tian, udah.” Bastian menoleh menatap Saga yang terlihat tampan dengan setelan hitam di tubuhnya.
“oh—iya-iya kita mulai…aja.” Bastian sedikit gugup. Hatinya tidak bisa tenang jika Sagara muncul di hadapannya dengan penampilan yang sangat memukau. Sagara kemudian berdiri di depan Bastian yang sudah siap dengan kameranya.
“k-kamu pose apa adanya—aja ya? Aku-aku santai kok.”
“you good baby?” Sagara sedikit tertawa menatap Bastian yang sedikit gugup dengan pipi yang memerah.
“Diem, model harusnya nurut sama fotografer.” Bastian mulai memotret Saga dengan meletakkan kamera di wajahnya. Cahaya flash memenuhi ruangan, Bastian mengecek foto pertama sagara dan dengan cepat ia menghembuskan nafasnya.
Bagaimana tidak? Kekasihnya sekarang benar-benar menjadi seorang model dan itu tidak aman bagi hati Bastian sekarang.
“Boleh liat—“ “Diem!” Saga menghentikan langkahnya manatp Bastian yang wajahnya makin memerah. Bukan karena apanya, Bastian tidak tahan berada di dekat Sagara sekarang, untuk ketenagan hatinya.
“Diem disitu-diem. Kita langsung aja.” Saga kembali mundur lalu melakukan pose biasa. Bastian tak henti-hentinya memotret Sagara dan sesekali tersenyum di balik kameranya.
Sesi pertama selesai. Sagara kemudian mengganti pakaiannya lagi karena suruhan Bastian yang kadang merajuk. Saga menanggapinya dengan tawa karena ia gemas dengan kekasihnya itu. Beberapa sesi sudah terlewati, Bastian melewatinya dengan profesional karena ia tak berhenti salah tingkah saat Sagara mulai menatap kamera dengan intens. Ketampanan Sagara hari ini membuat Bastian merasa beruntung mendapatkan Saga.
Setelah menyelesaikan sesi pemotretan, Bastian langsung mengecek beberapa hasil foto di komputer milik studio. Sagara masih belum mengganti pakainnya walaupun Bastian sudah merajuk beberapa kali agar pemuda itu nyaman dengan pakaian biasa bukannya dengan pakaian yang ia kenakan saat ini. Bastian duduk di depan komputer dengan Sagara yang berada di belakangnya, menopang tubuhnya dengan kedua tangannya memegang sisi meja yang berada di depannya.
“Ini bagus?” Saga menatap monitor dengan Bastian yang duduk di depannya.
“Bagus semua, ganteng banget aku ya?”
“iya iya ganteng. Ini?” Bastian sesekali menoleh menatap wajah Saga yang berada tepat di sampingnya.
“Tapi ini rambut aku agak turun by, coba yang lain.” Ia kembali memilah milah beberapa foto yang akan ia submit untuk tugasnya.
“Ini?” “Nah.”
Wajah mereka bertemu. Sangat dekat sehingga Saga dapat melihat mata bulat sempurna Bastian. Ada jeda di sana dan suasana sedikit hangat dengan alunan music studio yang menggema. Mata mereka bertemu dan Sagara perlahan mendekatkan wajahnya. Ia sedikit memiringkan wajahnya lalu memejamkan matanya pelan, menyentuh bibir Bastian dengan bibirnya lembut dengan kedua tangannya yang masih memegang sisi meja di samping tubuh Bastian.
Agak lama ia mengecup bibir Bastian, pemuda itu kembali menarik wajahnya dan menatap Bastian yang masih menampakkan mata bulatnya. Saga tersenyum kemudian kembali menatap monitor yang menampakkan dirinya. Bastian? Ia hanya terdiam dengan pipi yang memerah akibat kecupan hangat Sagara.